Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berbicara mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di Industri tekstil. Dia mengakui ada pelambatan pertumbuhan di sektor tersebut.
Kendati begitu, menurut data yang dimilikinya, pertumbuhan industri tekstil mencatatkan angka 8 persen. Angka ini dinilai masih cukup sehat, meski masih perlu dilihat perkembangan kedepannya.
Baca Juga
"Kalau bicara PHK sebenarnya secara umum berdasarkanrilis yang disampaikan oleh BPS penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur itu naik sekitar 400.000 (orang)," kata dia dalam Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi di Triwulan ke-III, Senin (7/11/2022).
Advertisement
"Memang ada sektor-sektor yang terpukul akibat dari pelemahan dari ekonomi global, market yang ada di Eropa dan di Amerika," tambahnya.
Dia mengatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Misalnya dengan melakukan pelarangan atau pembatasan (lartas) produk impor.
Dengan demikian, dia berharap langkah itu bisa menumbuhkan harmonisasi antara hulu, intermediet, hingga hilir sektr tektil. Meski begitu, perlu diambil kebijakan secara cermat dan hati-hati.
"Nah itu kita harus betul-betul tepat dalam mengambil kebijakan termasuk lartas jangan sampai kalau kita melartas dihulunya kemudian mempengaruhi dari kinerja intermediet dan hilirnya," paparnya.
Menperin Agus menekankan kalau kebijakan lartas ini jadi salah satu opsi untuk menjaga agar sektor yang mengalami pelambatan, termasuk tekstil bisa kembali tumbuh signifikan. Di sisi lain, dia juga melihat ada opsi untuk restrukturisasi kredit, dan ini kewenangannya berada di Otoritas Jasa Keuangan.
"Salah satu cara menjaga keberlangsungan dari industri yang terpukul atau melambat itu adalah restrukturisasi dari kredit itu sendiri dan tentu kami akan bicara dengan OJK," pungkasnya.
Menperin Bidik Pasar Ekspor Amerika Latin hingga Timur Tengah Genjot Kinerja Industri
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memembidik sejumlah pasar ekspor baru di negara Amerika Latin hingga Timur Tengah. Tujuannya guna menguatkan sektor industri ditengah tantangan global saat ini.
Dia mengakui, tantangan industri kedepannya akan semakin berat. Pihaknya juga sudah mulai membahas mitigasi dengan sejumlah asosiasi merespons risiko global.
"Pertama, yang penting adalah membuka pasar baru ekspor, kita akan buka akses, mencoba membuka akses pasar di Ameirika Latin, Amerika Selatan, Afrika, Timur Tengah dan Asia," kata dia dalam Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi di Triwulan ke-3, Senin (7/11/2022).
Langkah mitigasi kegia, adalah dengan peningkatan penguasaan pasar dalam negeri, memperkuat dan mendorong promosi dan kerja sama lintas sektoral. Ini juga didukung oleh kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
"Dan langkah ketiga, penguatan daya saing industri melalui kemudahan akses bahan baku, penguatan ekosistem usaha dan produksi. Kita lihat berbagai instrumen, bea masuk pemerintah, atau bahan baku industri bisa kita relaksasi fiskalnya, dan banyak sekali instrumen lain yang bisa digunakan," bebernya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkap pertumbuhan positif terjadi di sektor industri non migas. Angkanya mencapai 4,88 persen di Kuartal III 2022 dari angka sebelumnya di tahun lalu.
"pertumbuahn industri non migas pada triwulan 3 secara year on year mencapai 4,88 persen, in tentu lebih baik dari angka pertumbuhan sebelumnya yang 4,43 persen," ujar dia dalam Konferensi Pers Capaian Pertumbuhan Ekonomi Triwulan ke-3, Senin (7/11/2022).
Advertisement
Tiga Klaster Industri
Dia mengatakan, Kemenperin telah melakukan klasterisasi industri mengacu pada kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Setidaknya ada 3 klaster industri, yakni, industri yang tumbuh menguat, industri yang tumbuh melambat, dan industri yang mengalami kontraksi.
Pada sisi industri yang menguat, Menperin Agus menyebut kalau penopangnya ada industri alat angkutan, kemudian industri mesin hingga industri elektronika. Peningkatan ini disebut sebagai buah dari kebijakan yang diambil pemerintah.
Kemudian, di klaster industri yang mengalami pelambatan pertubuhan, ada industri makanan dan minuman. Mneurutnya pertumbuhan industri makanan minuman masih rendah ketimbang kondisi sebelum pandemi Covid-19.
"Ini akan kita kembalikan dari berbagai macam alasan kenapa tumbuh melambat ini ada kaitan bahwa permintaan dari luar negeri juga terganggu karena tekanan ekonomi global dan juga inputnya cukup tinggi. Sekarang berkaitan dengan bahan baku, baik itu ketersediaan maupun harga dari bahan baku itu sendiri, salah satunya (karena) menguatnya (nilai tukar) dolar," terangnya.